Hai Mbak Anindya, saya sudah menjalin hubungan berpacaran hampir dua tahun ini. Sejak awal berhubungan, pacar saya ini memang mengatakan kalau ia hanya bisa berpacaran santai karena pernah dikhianati mantan pacarnya. Setahun yang lalu ketika saya menanyakan tentang arah hubungan kami, ia menjawab ingin mengejar karirnya dahulu. Namun hingga kini, ia masih belum nampak ingin memiliki hubungan yang serius. Apakah ini yang dinamakan takut komitmen ya mbak?
(Lucy, 29 tahun, pegawai swasta)

Hello Lucy, memang ada orang-orang yang sulit mencintai orang lain diluar keluarga intinya. Ketika berhubungan dengan orang yang mereka sukai ataupun adanya ketertarikan terhadap seseorang, mereka merasa goyah secara emosi. Mungkin mereka ingin membina hubungan yang semakin erat tetapi mereka terlalu takut untuk membuat komitmen. Kondisi ini bisa dianggap sebagai Fobia Komitmen. Hal ini dapat terjadi karena trauma masa kecil maupun ketika sudah dewasa. Bisa saja berasal dari hubungan dengan keluarga ataupun orang lain. Hal ini pula yang menyebabkan sulitnya mereka membangun kepercayaan dan kedekatan dengan orang lain.

Ketika seseorang yang kita cintai mengkhianati kita, proses penyembuhannya bisa menjadi sangat dalam dan membutuhkan waktu tersendiri untuk sembuh. Bahkan ada juga yang menganggap seseorang yang meninggal dunia telah “mengkhianati” mereka secara tidak langsung bahkan kadang tidak menyadari. Ada diskoneksi antara perasaan dan apa yang kita percayai seharusnya terjadi. Ketika sesuatu yang mengecewakan muncul, kemampuan seseorang untuk melihat kondisi dunia menjadi sangat menyedihkan dan seolah-olah kita hanya tinggal menunggu kehancuran dunia saja.
Ada orang yang mengalami ketakutan luar biasa ketika ingin berbagi kehidupan bersama orang lain. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk menunjukkan kasih sayang pada orang lain, karena mereka terlalu sibuk menjaga dunia mereka sendiri agar tidak hancur. Jika seseorang menjaga kehidupannya dengan kontrol yang ketat dan tidak mencoba memberikan ruang pada orang lain terutama pada orang yang ia cintai, maka ia akan banyak kehilangan kesempatan untuk membuat kehidupan di dunia ini berarti.

Fobia Komitmen dapat juga berbentuk rasa senang yang membingungkan karena disertai perasaan cemas. Ketika ini terjadi, banyak orang memilih untuk mengakhiri atau tidak menghadapi sesuatu yang seringkali belum ataupun baru dimulai. Adakalanya mungkin saja kita merasa gugup ketika bertemu orang baru ataupun ketika bersama orang yang kita anggap menarik. Kemudian kita membaca perasaan gugup tersebut sebagai kecemasan padahal sesungguhnya itu adalah perasaan bahagia. Kebingungan semacam ini dapat membuat seseorang menyerah. Penting untuk diperhatikan, kecemasan dan kegembiraan akan dirasakan sensasinya sama oleh tubuh.
Ada banyak alasan untuk menghindari keterkaitan emosional dengan orang baru maupun lama. Kita hanya perlu menanyakan pada diri kita apakah alasan kita sudah benar dan mengapa kita menarik diri untuk membuka diri kepada orang yang sudah menyentuh hati kita.
Tentu saja tidak dipungkiri, jika kita bisa mengalami kekecewaan ketika kita membuka diri pada orang lain. Kita juga bisa menghindari rasa sakit yang mungkin muncul ketika kita membina hubungan dengan orang lain, tetapi kita juga tidak akan mengalami keindahannya juga jika terus menghindar. Jangan sampai hal ini membuat anda makin tidak mampu mengenali cinta dalam diri anda ya.

Ketika kita membuka diri hingga hati kita pada orang lain, suatu tempat atau sesuatu sebenarnya kita sudah mengambil resiko untuk kecewa. Jika kita memilih untuk tetap menutup diri, hanya akan membuat hidup kita sendiri semakin kecil dan datar. Jangan biarkan hati kita terkunci dari dalam. Biarkan diri anda terbuka pada pengalaman apapun. Hal ini juga akan dapat meningkatkan pembelajaran memahami intuisi anda. Baca juga tulisan pada artikel blog post sebelumnya Intuisi… Bagaimana mengenalinya?
Jika pasangan anda pernah merasa tersakiti secara mendalam, katakan padanya bahwa ia dapat belajar kembali untuk mencintai dan mempercayai. Yakinkan dirinya untuk tidak membiarkan dirinya menjadi korban perasaannya sendiri secara terus-menerus dan ia berhak untuk merasakan kebahagiaan. Jika saran di atas masih terasa sulit dipahami sebaiknyalah anda dan pasangan berkonsultasi secara langsung pada psikolog yang dapat anda percayai.