Hai mbak Anindya, Mbak aku tuh sudah beberapa kali berpacaran, tapi tiap punya pacar selalu punya isu kekerasan. Ada yang kalo marah bisa sampe ngamuk-ngamuk. Ada yang kalo aku salah dikit, bisa tuh melempari aku dengan barang disekitar. Terakhir aku pacaran dengan yang memukul kalo bertengkar, ga lama minta maaf sampe aku dibelikan macem-macem. Ketika dimaafkan, kalo ada beda pendapat lagi mudah saja dia memukul lagi. Kenapa ya mbak aku tuh selalu berakhir dengan orang yang merusak hati, pikiran hingga fisikku? Bego banget ya aku?
( Dian, 30 tahun, pegawai swasta)

Hai Dian, semoga sekarang dirimu semakin lebih baik dan tidak menyalahkan diri sendiri terus-menerus ya. Mungkin sepertinya anda sudah melakukan segalanya dengan benar. Jatuh cinta tidak dapat disangkal terasa menyenangkan, jadi tidak mengherankan jika kita mencari sensasi itu. Namun, jika kita terlalu terburu-buru untuk membentuk hubungan cinta dapat mendorong seseorang untuk membuat pilihan yang buruk.
Jika kita kurang mau mendengarkan diri sendiri, membuat siapapun berisiko masuk ke dalam hubungan pengabaian bahkan kekerasan, dengan menampik tanda-tanda peringatan atau insting anda yang memberi tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Banyak orang yang rentan menjadi magnet menarik masuk dalam hubungan yang sadis. Semakin anda hanya menampung kebutuhan orang lain, semakin banyak tali yang anda berikan kepada mereka untuk melakukan apa pun yang mereka inginkan. Jadi kebutuhan anda tidak pernah terpenuhi. Tanpa menetapkan batasan tentang bagaimana orang memperlakukan kita atau ketika kita tidak menetapkan batasan, mereka tetap mendapatkan apa yang mereka inginkan saja.

Banyak orang keliru bahwa jika mereka mendapatkan kebahagiaan dari pasangannya, akan ada gilirannya mereka juga akan bahagia. Ini sesat ya. Membuat orang lain bahagia tidak menjamin kebahagiaan diri kita sendiri. Ketika anda telah melepaskan hal-hal yang membuat anda bahagia, maka anda akan tidak bahagia karena anda tidak menjalani hidup anda. Jika kita bertahan dengan sesuatu yang merusak diri kita sendiri, maka akan memungkinkan pasangan kita untuk mengabaikan hingga memperlakukan kita dengan buruk. Semakin kita membiarkan orang lain mengendalikan kita, semakin sedikit kita memiliki kendali atas hidup kita.
Perilaku posesif untuk cinta memang bisa sulit dibedakan dengan mencintai secara sehat. Seringkali muncul kepercayaan yaitu dengan berharap pasangan mereka akan berubah karena mereka percaya bahwa pasangan mereka mencintai mereka. Berpegang pada fantasi dicintai dapat membutakan kita dari melihat tanda-tanda pelecehan. Ikatan trauma sering menjadi landasan mengapa begitu banyak individu tetap terikat dengan pasangan yang kasar. Bisa berupa ikatan pengalaman mereka dengan cinta yang mereka terima dari orang tua yang kasar di masa lalu mereka. Sebagai anak-anak, untuk merasa dicintai, mereka menekan semua perlakuan kasar untuk melindungi gagasan bahwa orang tua mereka adalah orangtua yang baik, sambil menekan perasaan buruk apa pun yang tidak berharga dan menanggalkan apa yang sebenarnya mereka rasakan. Jadi, jauh di lubuk hati mereka, ada perasaan sangat tidak enak tentang diri mereka sendiri. Pola ini kemudian berlanjut ketika hidup berpasangan pada masa dewasa.

Berpisah memang bisa mencegah seseorang melihat tanda-tanda peringatan pelecehan karena mereka memproyeksikan aspek-aspek baik dari diri mereka kepada pasangan mereka, sementara mereka tetap merasa buruk dalam diri mereka sendiri. Jadi, mereka mempercayai orang lain dan bukan diri mereka sendiri, menaruh kepercayaan pada pasangan yang kasar untuk menjaga mereka. Ini juga menjadi alat perlindungan diri dari melihat aspek buruk seseorang, untuk menghindari perasaan ditinggalkan. Hal ini juga dapat menyebabkan mereka tetap terikat dalam hubungan yang kasar dan tidak melindungi diri mereka sendiri. Seringkali perpisahan terjadi karena mereka ingin merasa dicintai, sehingga mereka menyangkal perilaku kasar pasangan mereka. Namun perpisahan bisa jadi penting untuk dilakukan.

Jadi, bagaimana untuk berhenti masuk ke dalam hubungan dengan kekerasan dan membangun kembali diri anda sendiri?Dalam hubungan yang sehat, kita harus memenuhi kebutuhan kita sendiri juga, bukan membiarkan orang lain menentukan sesuatu untuk kita secara terus-menerus. Jadi kita harus menyertakan diri kita ( pikiran, perasaan, kebutuhan, perhatian, batasan) dalam suatu hubungan. Pasangan kita harus bertindak dalam batasan bersama, jangan sampai kita kehilangan kendali atas diri kita juga, dengan memenuhi kebutuhan kita dan memperlihatkan pada pasangan/calon pasangan mengetahui batasan kita. Jika suatu perilaku melanggar kita, kita tidak perlu menerimanya.