Andre (28 tahun) & Lala (26 tahun) mungkin orang terakhir yang membuat akun Instagram di antara teman-temannya. Di hari mereka bergabung, Andre dan Lala mengikuti sekitar 50 akun teman dan sejawat kerja mereka, ada juga mereka mengikuti beberapa selebriti dan merek fashion ternama.  Sekarang mereka sibuk untuk memasang foto-foto mereka. Pada akhir bulan, Andre dan Lala sudah mengikuti lebih dari 200 akun. Kebanyakan adalah orang-orang yang mereka kenal, mereka tidak menyangka hanya sekitar 15 orang yang mengikuti mereka kembali. Mereka memang tidak berharap selebriti mengikuti akun mereka, yang membuat mereka heran adalah kenapa teman-temannya juga tidak. Andre menanggapi hal ini secara personal hingga terpikirkan secara terus-menerus. “Apakah kehidupan dan foto saya sangat membosankan ya sehingga tidak layak untuk diikuti?” atau “apakah sebenarnya mereka tidak suka sama saya ya?” Sedangkan Lala mulai membandingkan kondisi dirinya dengan teman-temannya yang ia anggap lebih sukses daripada dirinya. Bisa saja sih dua-duanya benar, atau malah dua-duanya tidak benar. Mungkin saja teman-temannya tidak mengurusi sosial media mereka secara serius seperti Andre. Ataupun justru sangat serius sehingga selalu berusaha menampilkan yang terbaik dalam sosmed mereka sehingga mencemaskan Lala. Apapun yang melatarbelakangi situasi ini, sebelum mengikuti Instagram sebenarnya mereka baik-baik saja tanpa perlu merasakan kecemasan yang berarti.

Penggunaan sosial media dapat memunculkan kecemasan seiring meningkatnya waktu yang digunakan oleh pengguna personal. Penting untuk diingat sosial media bisa menjadi dangkal untuk dijadikan ukuran sikap seseorang dan kedekatan kita dengan seseorang, karena cara seseorang menggunakan sosial medianya bisa sangat beragam.
Penggunaan sosial media dapat memunculkan kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain yang berakhir dengan kecemasan, seiring meningkatnya waktu yang digunakan oleh pengguna personal. Sosial media bisa menjadi dangkal untuk dijadikan ukuran sikap seseorang dan kedekatan kita dengan seseorang, karena cara dan tujuan seseorang menggunakan sosial medianya bisa sangat beragam.

Menggunakan sosial media dalam waktu lama dapat menyebabkan munculnya kecemasan seiring waktu penggunaannya yang meningkat. Perusahaan bisnis, selebriti dan merek-merek ternama menggunakan sosial media untuk berinteraksi dengan masyarakat yang menjadi target mereka untuk kemudian memonitor minat konsumen. Namun penggunaan sosial media bagi perusahaan dan pengguna personal menghasilkan efek dan tujuan yang berbeda.

Memperkirakan perasaan dan pendapat teman dan sejawat terhadap diri sendiri sering dilakukan seseorang yang menggunakan sosial media secara personal. Hingga berakhir dengan membandingkan kondisi diri sendiri dan orang lain. Akhirnya “Likes” bisa saja diartikan sebagai persetujuan. Ketika teman kita tidak memberikan “Likes” atau tidak mengikuti kita dapat langsung diartikan tidak menyukai atau ketidakpedulian. Padahal tata cara bersikap dalam sosial media tidak dapat didefinisikan secara pasti, interpretasi sempit dapat menjadi sangat subyektif yang dapat membuat kita memperkirakan yang terburuk saja. Hal-hal inilah yang kemudian memicu kecemasan seseorang yang berasal dari penggunaan sosial media.

Interpretasi sempit tadi memperburuk ketika teman anda tidak follow back dalam situasi Instagram atau Twitter atau yang lebih parahnya tidak menjadi ‘teman’ lagi di sosial media anda. Bahkan karena seringnya hal ini terjadi, menginspirasi munculnya aplikasi untuk menjadikan teman tidak teman lagi, seperti Unfollowgram, Friend or Follow, JustUnfollow, iUnfollow, dan Unfriend Finder untuk memastikan ‘teman’ mana yang sudah ‘mengecewakan’ anda dan mana yang ‘benar-benar teman’.

Normal saja jika anda merasa kecewa atau kesal ketika teman anda merespon teman lainnya tetapi tidak merespon anda.  Tetapi penting untuk diingat sosial media bisa menjadi dangkal untuk dijadikan ukuran sikap seseorang dan kedekatan kita dengan seseorang. Cara seseorang menggunakan sosial medianya bisa sangat beragam, yang penting untuk diketahui juga adalah orang seringkali hanya memperlihatkan sisi baik yang memang ingin diketahui orang lain ataupun kelebihan diri mereka yang ingin mereka tampilkan saja. Apakah ada yang menuliskan misalnya kondisi perceraian diri mereka, atau meletakkan foto mereka sedang bertengkar dengan orangtuanya? (Kecuali bertujuan meningkatkan ketenaran, atau mungkin mencari perhatian dari orang lain karena ingin dikasihani).

Jadi jangan terlalu cepat dan mudah untuk menilai pendapat seseorang mengenai diri anda ataupun anda menilai diri anda dengan teman anda. Bukankah pertemanan sejati merupakan bagian dari kehidupan nyata?
Jika anda merasa kesulitan menangani kecemasan serta sulit menghilangkan kebiasaan untuk membandingkan diri dengan orang lain, anda dapat mencoba self-comparison counseling bersama psikolog kami. Silahkan hubungi kami jika ada pertanyaan mengenai tulisan ini.