Mau nanya nih mbak Anindya, saya sudah beberapa kali berpacaran. Tiap kali menjalani hubungan, saya sering merasa cemas dan takut kehilangan pasangan saya. Padahal saya selalu sayang dengan pasangan saya. Sampe akhirnya saya putus, dan selalu saya mesti menjalani masa setelah putus dengan berat dan sulit sekali. Bagaimana ya mbak agar hubungan saya awet dan tidak cemas terus? Saya takut putus lagi mbak.
(Rita, 26 tahun, pengusaha muda)

Hai Rita,
memiliki perasaan khawatir sebenarnya adalah hal yang sangat wajar dan semua orang pernah dan mungkin sedang merasakan hal tersebut. Perasaan khawatir muncul ketika pemikiran negatif yang kita rasakan muncul dari perasaan terancam dengan kondisi yang ada maupun kondisi yang kita antisipasi. Ketika kita mencintai seseorang dan pemikiran tentang kemungkinan kehilangan orang tersebut memang dapat menciptakan kecemasan tinggi. Salah satunya adalah muncul dalam kondisi membina hubungan berpasangan: “Bagaimana ya jika ia kembali dengan mantan pacarnya?” , “Apakah dia betul-betul mencintai saya ya?”, “Dia serius tidak ya dengan saya?” dan masih banyak lagi contoh lain kecemasan lain yang sering dirasakan oleh orang yang berpasangan.

aid375295-728px-Dump-Your-Boyfriend-Step-1-Version-3
Dalam kondisi tertentu kekhawatiran dapat membuat kita menyelesaikan masalah, merubah pola perilaku kita atau kita menjadi lebih memperhatikan pasangan kita. Namun, kekhawatiran yang berlebihan yang muncul secara terus-menerus akan membebani kita. Lihat lebih jelas di: http://bit.ly/2c1K105

Dalam kondisi tertentu kekhawatiran dapat membuat kita menyelesaikan masalah, merubah pola perilaku kita atau kita menjadi lebih memperhatikan pasangan kita. Namun, kekhawatiran yang berlebihan yang muncul secara terus-menerus akan membebani mental kita. Kekhawatiran yang berlebihan inilah yang seringkali membuat seseorang menjadi sulit menjalani kehidupannya sehari-hari. Banyak hal yang dapat menyebabkan seseorang memiliki kecemasan yang berlebihan. Apa saja ya yang membuat seseorang memiliki kecemasan tinggi dalam kondisi berpasangan?

  1. Persepsi negatif mengenai diri sendiri seringkali menyulitkan seseorang untuk percaya pada kemampuan dirinya sendiri untuk percaya bahwa pasangan kita mencintai kita atau sulit beradaptasi dengan perubahan yang muncul selama masa berpasangan. Misalnya: ” Apa saya tidak pantas ya dicintai?” , “Apa saya kurang cantik ya koq diputuskan ya?”.
  2. Persepsi perfeksionis bagi diri sendiri. Ketidakmampuan melihat sesuatu ‘kurang’ dari pandangan ideal kita. Misalnya: “Dia kurang sering memuji saya, padahal ia tahu saya suka dipuji, bagaimana saya bisa bertahan dengan dia?”
  3. Pengalaman Traumatik seringkali melibatkan asumsi seseorang bahwa semua hal dalam kehidupan bisa diperkirakan. Ketika hal-hal diluar perkiraan kita terjadi, pikiran dan tubuh kita sulit menyeimbangkan diri untuk memperkirakan bahaya atau kesulitan memahami sesuatu secara rasional. Hal ini dapat terjadi karena trauma masa kecil, trauma perang maupun trauma ketika sudah dewasa. Misalnya: “Ibu saya meninggal ketika saya kecil, rasanya sulit untuk saya mencintai perempuan, bagaimana dia bisa mencintai saya ya?”
  4. Kepercayaan yang salah bahwa cemas berlebihan akan menghasilkan sesuatu yang positif. Misalnya: “Saya ingin siap ketika menghadapi hal buruk ketika terjadi”. Menghabiskan waktu dengan cemas untuk mengantisipasi hal paling buruk saja yang akan terjadi hanya akan memperparah kecemasan, daripada jika anda mempersiapkan plus dan minus yang mungkin terjadi.
nedjoliffe_2650640b
Apa saja ya yang membuat seseorang memiliki kecemasan tinggi dalam kondisi berpasangan? Lihat http://bit.ly/2c1K105

Dampak psikologis dari kecemasan secara berlebihan ini seringkali hanya akan membuat kita semakin sulit menyelesaikan masalah, makin rentan terkena masalah baru, putus asa ataupun ketakutan tidak dapat menyelesaikan masalah. Seringkali akhirnya membuat seseorang menjadi “khawatir tentang kekhawatiran”. Dampak fisiknya seseorang akan menjadi sering mengeluarkan hormon stres yang menyebabkan sulit tidur, imun sistem tubuh menurun sehingga kita mudah terkena berbagai penyakit.

Bagi kehidupan berpasangan juga menjadi hal yang sulit untuk membina hubungan dengan seseorang yang selalu merasa khawatir berlebihan. Kekhawatiran dapat menulari pasangan, ketika sama-sama mengalami kekhawatiran berlebihan, masalah yang harus diselesaikan malah akan menjadi semakin parah. Mempelajari paradoks kehidupan bahwa ketika kita sedang jatuh cinta, kita dapat bersamanya hingga akhir hayat sekaligus kita dapat kehilangan mereka kapan saja. Hal ini akan dapat menguatkan pandangan anda tentang kehidupan berpasangan.