Jika anda orang tua, pastinya ingin berhasil membesarkan anak. Apakah akan mengejutkan anda jika saya mengatakan bahwa ada peran yang lebih besar untuk dimainkan? Yaitu menumbuhkan hubungan yang kuat, sehat dan harmonis dengan pasangan anda bahkan lebih penting daripada bagaimana anda mendidik anak-anak Anda. Menurut psikolog; John Gottman dari University of Wisconsin-Madison, “Seberapa sehat hubungan anda dengan pasangan anda, akan menentukan kesuksesan sosial, emosional dan akademis anak anda”. Jika Anda berada dalam hubungan yang tidak sehat, lama-kelamaan anak-anak dapat mengalami ketidaknyamanan, manja dengan orang tua dan nilai kecerdasan yang rendah.

Banyak orang berpikir bahwa memusatkan perhatian pada anak adalah hal pertama yang terpenting. Namun, penelitian Gottman menunjukkan kepada kita bahwa meski kehidupan anak-anak kita sangat penting, doronglah juga hubungan yang sehat dengan pasangan kita. Jika akhir-akhir ini anda menyadari bahwa hubungan anda dengan pasangan memburuk, anda mungkin tidak menyadari dampaknya terhadap anak-anak. Inilah tujuh kesalahan dengan pasangan yang harus dihindari di depan anak anda sehingga anda tidak menanamkan kebiasaan hubungan yang negatif:

1. Menyepelekan otoritas pasangan anda. Tidak selaras dengan pasangan anda atau merongrong keputusan mereka menunjukkan kepada anak anda bahwa mereka dapat dengan mudah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Ini juga menunjukkan kepada mereka bahwa ibu dan ayah tidak berada pada pemikiran yang sama. Sebagai gantinya, beritahu anak anda bahwa anda akan kembali kepada mereka begitu anda membicarakannya dengan pasangan anda. Anda ingin mencapai kesepakatan untuk menunjukkan keseragaman dan konsistensi. Ini juga menunjukkan kepada anak-anak bahwa mendengarkan pendapat pasangan anda adalah hal yang baik.
2. Bertengkar di depan anak. Sebenarnya wajar saja jika sesekali kita berselisih pendapat dengan pasangan di depan anak-anak, tetapi jika anda mulai membuat tuduhan, emosi meningkat, meninggikan suara atau membawa anak anda ke dalam perselisihan, maka anda sudah tergelincir jauh. Memiliki argumen sehat di mana anda tenang dan responsif terhadap pasangan, hal ini dapat menunjukkan kepada anak anda, bahwa orang berbeda pemikiran juga bisa memecahkan masalah bersama.

3. Tidak menunjukkan rasa kasih sayang dengan pasangan. Kasih sayang adalah bentuk perasaan cinta. Sebagai contoh jika anda terlihat kesal dan jauh dengan pasangan anda, itu bisa membuat anak merasa tidak nyaman. Kondisi tersebut juga mengirimkan pesan bahwa hubungan anda tegang dan tidak bahagia. Bahasa tubuh nonverbal sama kuatnya dengan mengatakan sesuatu dengan keras, jadi tunjukkan kasih sayang dan keintiman pada pasangan Anda.

4. Berbicara negatif tentang pasangan Anda. Jika Anda memiliki kecenderungan untuk menyalahkan ataupun menunjukkan ketidakpekaan terhadap pasangan anda di depan anak-anak, hal itu bisa menimbulkan konsekuensi negatif yang signifikan. Anak-anak akan sering menyalahkan diri mereka sendiri dan berpikir bahwa ketidakpedulian anda terhadap pasangan anda adalah kesalahan mereka. Mereka juga akan merasa harus memilih sisi dan akan tumbuh untuk berpikir bahwa mengkritik negatif adalah bagian dari setiap hubungan. Ini sebenarnya salah satu prediktor perceraian terbesar.
5. Mengasuh terpisah daripada bersama. Berbagi tanggung jawab rumah tangga serta peran mengasuh sangatlah penting. Misalnya: “Kamu ajak Tita ke sini dan saya akan mengantarkan Dimas ke sana.” saling menjaga kekompakan berbagi tugas mengasuh aadalah cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu. Tidak menunjukkan eksklusivitas kepada salah satu anggota keluarga. Penting untuk saling memberikan dukungan. Ini tidak hanya menciptakan solidaritas keluarga tapi juga meningkatkan kebahagiaan bagi pasangan dan anak-anak.
6. Tidak membiasakan ritual keluarga sehari-hari. Ritual keluarga sangatlah penting untuk menciptakan kekompakan keluarga. Buat satu hal tradisi setiap hari di rumah Anda. Misalnya anda dan pasangan membiasakan sarapan pagi bersama atau makan malam bersama sebagai keluarga, ikatan yang kuat dengan pasangan dan anak akan terbentuk.
7. Mengabaikan pasangan Anda. Setelah berdebat dengan pasangan, anda mungkin masih marah, terutama jika argumen berakhir dengan rasa kecewa. Hindari menciptakan suasana bertambah tegang dengan berhenti dahulu jika diperlukan dan selesaikan dengan kepala dingin, tentu saja lakukan ketika anda memiliki privasi berdua pasangan anda. Tidak perlu mengabaikan pasangan di depan anak-anak.