Hal yang tampak dari bullying adalah kekurangmampuan seseorang untuk berempati. Jika kita sebagai orangtua dapat mengembangkan empati, hal ini dapat berpotensi untuk mengurangi perilaku intimidasi. Tidak hanya untuk korban dan keluarga mereka, tapi juga untuk keluarga pelaku, untuk orang yang hanya diam melihat, dan bagi kita semua yang mau berjuang untuk melakukan hal yang benar. Apa yang bisa kita lakukan, sebagai orang tua, pendidik maupun orang dewasa yang pernah melihat, melakukan ataupun menjadi korban untuk dapat membantu memelihara empati dan kebaikan pada anak-anak kita? Bagaimana kita bisa mengurangi risiko bahwa mereka akan terjebak dalam drama remaja yang menyakitkan? Bagaimana kita bisa membantu mereka menjadi pemberani yang percaya diri, bukan  sekedar pengamat yang memilih berdiam diri ketika melihat kekejaman?

Hal yang tampak dari bullying adalah kekurangmampuan seseorang untuk berempati. Jika kita sebagai orangtua dapat mengembangkan empati, hal ini dapat berpotensi untuk mengurangi perilaku intimidasi. Tidak hanya untuk korban dan keluarga mereka, tapi juga untuk keluarga pelaku, untuk orang yang hanya diam melihat, dan bagi kita semua yang mau berjuang untuk melakukan hal yang benar.

Kita dapat memulainya dengan memperhatikan kebaikan kecil yang anak-anak kita lakukan dengan hangat dan antusias. Hal ini dapat menjadi awal yang baik untuk memulai. Empati akan menghasilkan empati. Sebagai orang tua, kita perlu menyisihkan waktu untuk mendengarkan dengan sabar dan empati kepada anak-anak kita terutama untuk memperbaiki kemarahan dan kesalahpahaman. Saat kita mendengarkan dengan empati, anak-anak akan tahu bahwa kekhawatiran dan keluhan mereka didengar, kita akan membuka jalan menuju kedewasaan emosional. Pada saat-saat seperti ini, anak-anak akan lebih terbuka terhadap kompromi, dan lebih peduli terhadap orang lain. Mendengarkan dengan empati, tidak boleh disalahartikan dengan sikap diam saja atau mengiyakan saja apapun yang anak-anak katakan. Anak perlu tahu bahwa perasaan mereka penting – tapi begitu juga kebutuhan dan perasaan orang lain. 

Kita dapat memulainya dengan memperhatikan kebaikan kecil yang anak-anak kita lakukan dengan hangat dan antusias. Hal ini dapat menjadi awal yang baik untuk memulai. Empati akan menghasilkan empati.

Sejak usia dini, anak perlu diajarkan mengenai pentingnya membantu orang lain. (Kakak, misalnya, dapat didorong untuk mengajar mengerjakan tugas sekolah kepada adiknya) Mereka akan mengetahui bahwa mereka memiliki sesuatu untuk ditawarkan dan mereka dapat merasa bersyukur dan penghargaan dari orang lain. Kita juga perlu membantu anak belajar memecahkan masalah melalui dialog dan kompromi. Anak-anak membutuhkan panduan aktif sesering yang dapat kita berikan, bagaimana mengenali kekhawatiran orang lain. Jika hal ini tidak kita lakukan, konflik antara anak akan mengarah pada sikap membela diri dan membalas, bukannya saling pengertian.

Kita juga perlu membantu anak belajar memecahkan masalah melalui dialog dan kompromi. Anak-anak membutuhkan panduan aktif sesering yang dapat kita berikan, bagaimana mengenali kekhawatiran orang lain. Jika hal ini tidak kita lakukan, konflik antara anak akan mengarah pada sikap membela diri dan membalas, bukannya saling pengertian.

Sebenarnya, kita semua perlu menjadi panutan dan melatih empati dan memaafkan dalam semua hubungan kita. Penelitian psikologi pengembangan secara konsisten menunjukkan bahwa anak-anak akan memperhatikan orang lain saat mereka mengamati perilaku kepedulian orang dewasa yang dikagumi. Kita memang tidak bisa memprediksi  dan mengontrol semua tantangan dan dilema moral yang akan dihadapi anak-anak kita dalam perjalanan hidup mereka. Kita hanya bisa mempersiapkan mereka, sebaik mungkin, berdasarkan pemahaman kita mengenai perilaku empatik kita tentang perasaan dan keprihatinan mereka. Di atas fondasi inilah, kemudian empati dan kepedulian terhadap orang lain akan dapat menjadi sifat yang menetap pada anak-anak kita. Tentu saja hal yang benar dan normal untuk mereka lakukan. Yuk ajak anak, remaja dan siapapun untuk berempati!

Kita memang tidak bisa memprediksi  dan mengontrol semua tantangan dan dilema moral yang akan dihadapi anak-anak kita dalam perjalanan hidup mereka. Kita hanya bisa mempersiapkan mereka, sebaik mungkin, berdasarkan pemahaman kita mengenai perilaku empatik kita tentang perasaan dan keprihatinan mereka. Di atas fondasi inilah, kemudian empati dan kepedulian terhadap orang lain akan dapat menjadi sifat yang menetap pada anak-anak kita. Tentu saja hal yang benar dan normal untuk mereka lakukan. Yuk ajak anak, remaja dan siapapun untuk berempati!