Banyak orang masih memiliki kesalahpahaman tentang efek peristiwa traumatis dalam hidup. Bahkan ada yang menggunakan trauma sebagai bahan olok-olok, semoga kamu tidak begitu ya! Jadi apa aja sih mitos yang salah tersebut? Cekidot yuk:

Mitos 1: Trauma merupakan hukuman seumur hidup yang tidak bakal hilang.
Orang yang melakukan konseling dengan saya pada awalnya banyak yang  percaya bahwa trauma telah menghancurkan hidup mereka selamanya, dan mereka tidak akan pernah bahagia lagi. Padahal banyak dari mereka, sebagian besar akan sembuh dengan psikoterapi dan waktu. Saya melihat banyak orang mengasumsikan orang yang mengalami trauma hanya akan menjadi orang yang lemah dan perlu dikasihani secara terus-menerus. Sebenarnya seseorang bisa menjadi rentan, tetapi tetap ulet untuk bangkit pada saat yang sama. Inilah paradoks trauma bahwa ia memiliki kekuatan untuk menghancurkan sekaligus kekuatan untuk membangkitkan. Trauma adalah fakta kehidupan. Namun, tidak harus menjadi hukuman seumur hidup. Ketahanan tidak berarti kamu tidak memiliki bekas luka. Saya masih sering merasa takjub dengan kemampuan klien saya yang mampu menemukan kembali diri mereka sendiri. Mereka menjadi lebih kuat dari yang banyak orang pikirkan.

Mitos 1: Trauma merupakan hukuman seumur hidup yang tidak bakal hilang. Orang yang melakukan konseling dengan saya pada awalnya banyak yang  percaya bahwa trauma telah menghancurkan hidup mereka selamanya, dan mereka tidak akan pernah bahagia lagi. Padahal banyak dari mereka, sebagian besar akan sembuh dengan psikoterapi dan waktu. Saya melihat banyak orang mengasumsikan orang yang mengalami trauma hanya akan menjadi orang yang lemah dan perlu dikasihani secara terus-menerus. Sebenarnya seseorang bisa menjadi rentan, tetapi tetap ulet untuk bangkit pada saat yang sama. Inilah paradoks trauma bahwa ia memiliki kekuatan untuk menghancurkan sekaligus kekuatan untuk membangkitkan. Trauma adalah fakta kehidupan. Namun, tidak harus menjadi hukuman seumur hidup. Ketahanan tidak berarti kamu tidak memiliki bekas luka. Saya masih sering merasa takjub dengan kemampuan klien saya yang mampu menemukan kembali diri mereka sendiri. Mereka menjadi lebih kuat dari yang banyak orang pikirkan.

Mitos 2: Kamu hanya mengalami trauma setelah kejadian yang mengancam jiwa.
Trauma seringkali tidak berefek dari kejadian yang dialami itu sendiri ataupun tidak selalu sesuatu yang melukai orang secara fisik, tetapi lebih oleh efek emosional dan psikologis yang dirasakan seseorang. Salah satu klien saya memiliki kanker yang dapat menyebabkan kematiannya. Klien ini meyakinkan saya bahwa dia memahami penyakitnya, tetapi dia merasa bahwa peristiwa traumatis dalam hidupnya justru adalah perceraiannya. Dia hampir tidak pernah membicarakan tentang kanker; dia selalu berbicara tentang perceraiannya. Baginya, perceraian membuat perbedaan besar dan menghancurkan hidupnya. Jadi, trauma ada di mata orang yang merasakan, mengalaminya dan sifatnya subjektif. Ada orang yang menganggap perceraian itu melegakan. Bagi orang lainnya, kanker adalah tantangan yang lebih berat. Jadi tidak ada skala universal untuk menilai rasa sakit emosional seseorang.

Mitos 2: Kamu hanya mengalami trauma setelah kejadian yang mengancam jiwa. Trauma seringkali tidak berefek dari kejadian yang dialami itu sendiri ataupun tidak selalu sesuatu yang melukai orang secara fisik, tetapi lebih oleh efek emosional dan psikologis yang dirasakan seseorang. Salah satu klien saya memiliki kanker yang dapat menyebabkan kematiannya. Klien ini meyakinkan saya bahwa dia memahami penyakitnya, tetapi dia merasa bahwa peristiwa traumatis dalam hidupnya justru adalah perceraiannya. Dia hampir tidak pernah membicarakan tentang kanker; dia selalu berbicara tentang perceraiannya. Baginya, perceraian membuat perbedaan besar dan menghancurkan hidupnya. Jadi, trauma ada di mata orang yang merasakan, mengalaminya dan sifatnya subjektif. Ada orang yang menganggap perceraian itu melegakan. Bagi orang lainnya, kanker adalah tantangan yang lebih berat. Jadi tidak ada skala universal untuk menilai rasa sakit emosional seseorang.

Mitos 3: Stres setelah mengalami trauma adalah gangguan jiwa.
Ketika seseorang mengalami kecelakaan lalu lintas berat, bisa jadi mereka akan mengalami banyak tulang yang patah. Sama dengan mereka yang mengalami trauma; mereka telah terluka secara psikologis. Mereka tidak terganggu, mereka terluka oleh apa yang telah terjadi. Banyak orang yang selamat dari pengalaman buruk percaya bahwa jika mereka mengalami kecemasan, kilas balik, atau depresi, artinya ada yang salah dengan mereka atau ada yang merasa  salah dengan apa yang telah terjadi pada mereka. Padahal, dengan dukungan, waktu, dan strategi yang tepat mereka dapat terbantu. Banyak orang masih merasa terstigma jika mencari bantuan, hingga mereka tidak mencari bantuan yang mereka butuhkan.  Seorang dokter Austria; Viktor E. Frankl mengingatkan bahwa, “Reaksi abnormal terhadap situasi abnormal adalah perilaku normal.”

Mitos 4: Jika kita kuat, kita dapat melalui trauma sendiri tanpa bantuan siapapun. Berkomunikasi secara terbuka, untuk mengakui ketakutan dan membuang keyakinan buruk bahwa “meminta bantuan adalah tanda kelemahan.” Jika kita hanya terus berusaha memperlihatkan bahwa diri kita selalu kuat adalah hal yang berbahaya. Banyak orang yang mengalami kesulitan mengatasi trauma justru adalah orang-orang yang berjuang sendiri, yang berpikir bahwa mereka tidak membutuhkan bantuan, atau yang menahan perasaan mereka dan menyembunyikan kecemasan mereka di balik tampilan yang mereka tampilkan didepan orang lain. Bagi sebagian besar dari kita, ketika keadaan menjadi buruk dan kita tidak tahu ke mana harus mencari bantuan,  Kita perlu mengakui luka dalam diri kita, dan jangan takut untuk meminta bantuan. Bedakan ya dengan orang malas yang suka meminta bantuan ya!

Mitos 4: Jika kita kuat, kita dapat melalui trauma sendiri tanpa bantuan siapapun.
Berkomunikasi secara terbuka, untuk mengakui ketakutan dan membuang keyakinan buruk bahwa “meminta bantuan adalah tanda kelemahan.” Jika kita hanya terus berusaha memperlihatkan bahwa diri kita selalu kuat adalah hal yang berbahaya. Banyak orang yang mengalami kesulitan mengatasi trauma justru adalah orang-orang yang berjuang sendiri, yang berpikir bahwa mereka tidak membutuhkan bantuan, atau yang menahan perasaan mereka dan menyembunyikan kecemasan di balik tampilan didepan orang lain.  Kita perlu loh mengakui luka hati dalam diri kita. Bedakan ya dengan orang malas yang suka meminta bantuan ya! 

Mitos 4: Jika kita kuat, kita dapat melalui trauma sendiri tanpa bantuan siapapun. Berkomunikasi secara terbuka, untuk mengakui ketakutan dan membuang keyakinan buruk bahwa “meminta bantuan adalah tanda kelemahan.” Jika kita hanya terus berusaha memperlihatkan bahwa diri kita selalu kuat adalah hal yang berbahaya. Banyak orang yang mengalami kesulitan mengatasi trauma justru adalah orang-orang yang berjuang sendiri, yang berpikir bahwa mereka tidak membutuhkan bantuan, atau yang menahan perasaan mereka dan menyembunyikan kecemasan di balik tampilan didepan orang lain.  Kita perlu loh mengakui luka hati dalam diri kita. Bedakan ya dengan orang malas yang suka meminta bantuan ya! 

Mitos 5: Tidak ada yang baik yang muncul dari peristiwa traumatis.
Sangat penting untuk membedakan antara pengalaman buruk dan hasilnya. Memang tidak ada yang positif tentang trauma itu sendiri. Tidak ada yang bermanfaat tentang kehilangan orang yang dicintai atau ketika terkena kanker. Meskipun demikian, kita mungkin dapat menuai sesuatu yang bermanfaat dari rasa sakit, sedih tersebut. Orang yang mengalami trauma dapat memunculkan semangat baru untuk hidup, menumbuhkan empati, dan peningkatan kematangan emosi. Memang tidak terjadi dengan mudah, tidak segera, dan perlu dukungan. Keyakinan akan kemampuan kita sendiri untuk menemukan penyembuhan dan menjadi kuat memainkan peran penting dalam hal ini. Ingat saja, tidak ada yang akan berhasil kecuali jika kita melakukannya.