Saat ini, toko online sepertinya selalu tahu apa yang kita inginkan dan bagaimana mengarahkan kita ke keranjang belanja mereka, bahkan saat kita hanya sekedar browsing atau mencari sesuatu yang lain. Sepasang sepatu yang Anda lihat minggu lalu muncul di sudut layar Anda seperti perangkap tikus belanja yang tersembunyi.

Iklan online bertarget dan bersponsor mencoba memanfaatkan konsep yang oleh para peneliti disebut isyarat-reaktivitas, atau kegembiraan dari isyarat berbelanja. Untuk membuat kita menekan tombol beli, e-commerce harus menarik perhatian kita dan kemudian membuat kita cukup tertarik untuk mengkliknya. Momentum ini bergantung pada seberapa bersemangatnya kita saat melihat barang tersebut dan juga apakah hal itu dapat menimbulkan keinginan, hingga menjadi keinginan yang tak tertahankan untuk segera membelinya.
Kedua konsep ini: isyarat-reaktivitas dan hasrat. Keduanya berasal dari perilaku kecanduan, yang mencakup masalah seperti perjudian dan kecanduan cybersex. Kecanduan belanja memiliki banyak nama; pembelian patologis, pembelian kompulsif, kecanduan membeli, dan oniomania. Untuk individu yang rentan terhadap perilaku kompulsif atau mereka yang memiliki faktor risiko membuat mereka lebih rentan mengalami Compulsive Buying-Shopping Disorder (CBSD) (ICD-11; WHO], 2018). Kemajuan internet dapat memperburuk kondisi ini. Para peneliti masih mencoba mencari tahu di mana mengkategorikan belanja patologis online dan apakah itu lebih mirip dengan gangguan kontrol impuls, gangguan obsesif-kompulsif, atau kecanduan.

Beberapa faktor utama yang membuat orang sangat rentan terhadap kecanduan belanja online:
Orang yang suka membeli secara anonim dan menghindari interaksi sosial
Ada tumpang tindih antara pembelian patologis dan kecemasan, khususnya kecemasan sosial. Bagi orang yang tidak suka berurusan dengan mal yang ramai atau interaksi sosial saat di kasir, membeli secara online sepertinya solusi yang tepat, namun justru memperburuk penghindaran interaksi sosial. Mereka juga ingin menyembunyikan kebiasaan mereka, anonimitas serta privasi belanja online dapat memperburuk keadaan ini.
Menikmati variasi yang tak terbatas dan ketersediaan barang yang konstan
Tidak mengherankan jika belanja online memupuk kepuasan pada orang yang menyukai banyak variasi. Hanya tinggal membuka aplikasinya di smartphone, pembelanja dapat langsung mengakses jutaan produk dan layanan yang dijual. Berbelanja kini bisa dilakukan dimana saja dan tidak pernah tutup. Hal ini dapat menyebabkan keinginan yang lebih teratur untuk berbelanja.
Mendapatkan pelarian yang nyaman dan kepuasan instan
Orang-orang yang mencari kepuasan dengan instan akan mudah tertarik pada belanja online, di mana pembelian dapat dilakukan dengan sekali klik. Belanja online menawarkan kesempatan bagi seseorang untuk menghabiskan waktu berjam-jam menelusuri dan menjelajahi produk dan layanan. Penjelajahan toko online yang berlebihan dapat menawarkan penangguhan sementara dari kesulitan hidup, stres, gejala depresi, konflik relasional, ataupun kecemasan. Belanja online juga menawarkan kepuasan seketika. Toko online yang merangsang secara visual dengan iklan warna-warni dan platform yang mudah digunakan, ditambah dengan peluang tanpa akhir untuk menemukan penawaran hebat, menjadikan pengalaman belanja online sangat menyenangkan dan bermanfaat.
Pembayaran non-tunai
Realita pengeluaran uang tergantikan dengan berbagai metode pembayaran online, hingga penawaran berhutang oleh toko online. Hal ini membuat kerugian finansial hampir tidak dapat dikenali atau dirasakan oleh pembeli.
Personalisasi bagi pembeli individual
Dengan bantuan kecerdasan buatan dan pembelajaran mesin, toko online dapat mengumpulkan data pribadi dan perilaku pembeli. Data ini kemudian digunakan untuk menyesuaikan pengalaman setiap pembelanja dan menyajikannya dengan iklan, penawaran, dan opsi pembelian yang kemungkinan besar selaras dengan preferensi pembeli. Paparan konstan terhadap iklan yang disesuaikan secara khusus untuk pembeli individual dapat mendorong peningkatan keterlibatan pada toko online.
Pengalaman belanja online juga melibatkan influencer media sosial
Mereka merekomendasikan produk kepada masyarakat umum untuk menghasilkan perilaku berbelanja. Bahkan ketika kita menggunakan internet untuk tujuan lain, seseorang dapat mengalami keinginan tiba-tiba untuk berbelanja jika influencer yang kita sukai/percayai merekomendasikan untuk membeli produk tertentu atau iklan pop-up dari selebriti yang memasarkan suatu barang terlihat.

Namun jika Anda berpikir, “Tunggu, saya suka semua fitur belanja online itu!” (dan popularitas berbagai e-commerce menunjukkan bahwa banyak dari kita menggunakannya), namun itu tidak berarti Anda memiliki masalah belanja online. Jadi, bagaimana pembelian online yang patologis berbeda dari pembelanja rata-rata? Orang-orang dengan pembelian patologis merasa disibukkan dengan berbelanja dan merasa seperti mereka tidak memiliki kendali atasnya, bahkan jika hal itu menyebabkan masalah pekerjaan atau hubungan yang parah, ataupun kebangkrutan finansial.
Coba lihat 10 tanda belanja online kompulsif berikut ini:
1. Saya merasa tidak bisa berhenti belanja online meskipun saya ingin dan/atau mencoba berhenti tanpa bisa.
2. Belanja online telah merusak hubungan, pekerjaan, atau situasi keuangan saya.
3. Pasangan, anggota keluarga, atau teman saya khawatir dengan belanja online saya. Saya akhirnya berdebat dengan mereka tentang hal itu.
4. Saya berpikir tentang belanja online sepanjang waktu.
5. Saya menjadi pemarah atau kesal jika saya tidak bisa berbelanja online.
6. Belanja online adalah satu-satunya hal yang membantu saya rileks atau merasa lebih baik.
7. Saya menyembunyikan barang yang saya beli karena saya takut orang lain akan menganggapnya tidak masuk akal atau membuang-buang uang.
8. Saya sering merasa bersalah setelah berbelanja online.
9. Saya menghabiskan lebih sedikit waktu untuk melakukan hal-hal lain yang saya sukai karena belanja online.
10. Saya sering membeli barang yang tidak saya butuhkan atau lebih dari yang saya rencanakan, bahkan ketika saya tidak mampu membelinya.

Toko online menawarkan peluang yang mudah diakses, anonim, nyaman dan tidak bermasalah bagi sebagian besar pembeli. Namun, bagi mereka yang memiliki faktor risiko dan kerentanan kompulsif, belanja online dapat meningkatkan konsekuensi negatif. Pembelian patologis juga dapat dikaitkan atau diperburuk oleh masalah psikologis lainnya, seperti kecemasan, depresi, gangguan obsesif-kompulsif, penimbunan, atau mania. Memahami masalah mendasar dari belanja online kompulsif/ tidak terkontrol ataupun adiksi dapat meningkatkan pemahaman perilaku berbelanja yang tak terkendali. Tidak ada salahnya jika anda membuat janji temu dengan psikolog apabila anda sudah mengalami kondisi berbelanja tak terkontrol.