Kekerasan dalam rumah tangga/berpasangan atau yang disebut kekerasan domestik serta pelecehan bisa terjadi pada siapapun, namun masalahnya hal ini seringkali diabaikan, dimaafkan, dimaklumi bahkan didiamkan. Memperhatikan dan mengakui adanya tanda-tanda hubungan yang kasar adalah langkah pertama untuk mendapatkan bantuan hingga kemudian mengakhirinya. Agar kekerasan domestik dapat diberantas, harus dimulai dengan mencari informasi sebanyak mungkin. Inilah mitos mengenai kekerasan domestik yang perlu dipahami semua orang:

Mitos: Kekerasan Pasangan Hanya Dialami Perempuan. Faktanya: Menjadi korban kekerasan dapat terjadi pada siapapun! Terjadi juga pada pria, anak-anak, serta orang tua.

Mitos 1: Kekerasan Domestik Hanya Fisik Saja.
Faktanya: Tindakan kasar terhadap orang lain dapat berupa verbal, emosional, seksual, dan fisik. Ada tiga jenis dasar kekerasan dalam rumah tangga:

  • Fisik: mendorong, menampar, meninju, memukul dan menendang.
  • Seksual: jika satu pasangan memaksa tindakan seksual yang tidak diinginkan pasangannya tersebut.
  • Psikologis: dapat berupa pelecehan verbal dan emosional, seperti ancaman, intimidasi, menguntit, menyumpahi, menghina, mengisolasi pasangan dari keluarga dan teman, membuat pasangan memiliki ketergantungan finansial dengan terpaksa.

Mitos 2: Kekerasan Domestik Hanya Dialami Perempuan.
Faktanya: Menjadi korban kekerasan dapat terjadi pada siapapun! Terjadi juga pada pria, anak-anak, remaja serta orang tua.

 

Mitos: Kekerasan Domestik hanya terjadi di kalangan kelas bawah ataupun yang tidak berpendidikan saja. Faktanya: Kekerasan domestik melintasi semua garis ras, berbagai kelas sosial, berbagai kelompok etnis serta kaum minoritas termasuk pasangan LGBT.

Mitos 3: Kekerasan Domestik hanya terjadi di kalangan kelas bawah atau minoritas atau masyarakat kurang ataupun tidak berpendidikan saja.
Faktanya: Kekerasan domestik melintasi semua garis ras, berbagai kelas sosial, berbagai kelompok etnis serta kaum minoritas termasuk pasangan LGBT.

Mitos 4: Siapapun yang teraniaya sebenarnya bisa meninggalkan pasangan pelaku kekerasan.
Faktanya: Kombinasi berbagai situasi dan kondisi berikut dapat menyulitkan korban untuk pergi. Termasuk diantaranya; tekanan keluarga dan lingkungan, rasa malu, hambatan finansial, anak-anak, dan kepercayaan agama.

 

Mitos: Kekerasan Domestik Hanya Fisik Saja. Faktanya: Tindakan kasar terhadap orang lain dapat berupa verbal, emosional, seksual, dan fisik.

Mitos 5: Tindakan Kekerasan hanya terjadi karena mengkonsumsi alkohol atau narkoba.
Faktanya: Penyalahgunaan zat tidak menyebabkan kekerasan dalam hubungan berpasangan. Namun, obat-obatan dan alkohol dapat meningkatkan tingkat kekerasan, seringkali ke tingkat yang lebih berbahaya.

Mitos 6: Korbannya yang seringkali memprovokasi pelaku menjadi kasar.
Faktanya: Pelaku sepenuhnya bertanggung jawab atas pelecehan atau kekerasan yang dilakukannya. Tidak ada pembenaran atas  apapun atau siapapun yang harus dipukuli dan direndahkan secara terus-menerus.

Mitos: Kekerasan domestik, kekerasan berpacaran adalah masalah pribadi orang lain, bukan urusan saya. Faktanya: Kita semua memiliki tanggung jawab untuk peduli dengan sesama manusia yang tertindas.

Mitos 7: Kekerasan domestik ataupun kekerasan berpacaran adalah masalah pribadi orang lain, bukan urusan saya.
Faktanya: Kita semua memiliki tanggung jawab untuk peduli dengan sesama manusia yang tertindas. Ini urusan kita, mungkin dia teman anda, ipar, sepupu, rekan kerja anda. Anda melihat bahwa dia berteriak pada pasangannya atau membuatnya takut. Cara dia memperlakukan pasangannya membuat anda tidak nyaman, tapi anda tidak ingin membuatnya marah atau kehilangan persahabatannya. Anda pasti tidak ingin melihat dia menghancurkan pernikahannya atau harus menghubungi polisi. Apa yang dapat anda lakukan? Katakan sesuatu. Jika tidak, perilaku diam anda sama saja dengan mengatakan bahwa kekerasan itu biasa terjadi. Jika anda peduli, anda perlu melakukan sesuatu, sebelum hal yang lebih buruk terjadi.

Mitos: Hanya pelaku kekerasan yang membutuhkan konseling psikologis.  Faktanya: Tidak hanya pelaku saja yang membutuhkan konseling mengubah perilaku. Korban kekerasan juga membutuhkan pemahaman akan kondisi yang mereka alami dan dapat diberikan penguatan psikologis agar kelak kekerasan dapat dihindari dan tidak terulang kembali.

Mitos 8: Hanya pelaku kekerasan yang membutuhkan konseling psikologis.
Faktanya: Tidak hanya pelaku saja yang membutuhkan konseling untuk mengubah perilaku. Korban kekerasan juga membutuhkan pemahaman akan kondisi yang mereka alami dan dapat diberikan penguatan agar kelak kekerasan dapat dihindari dan tidak terulang kembali.

Mitos: Korbannya yang seringkali memprovokasi pelaku menjadi kasar. Faktanya: Pelaku sepenuhnya bertanggung jawab atas pelecehan atau kekerasan yang dilakukannya. Tidak ada pembenaran atas  apapun atau siapapun yang harus dipukuli dan direndahkan secara terus-menerus.

Mitos 9: Semua Pelaku Kekerasan adalah Orang Jahat.
Faktanya: Siapa pun dapat menemukan dirinya dalam situasi yang kasar dan kebanyakan dari kita juga bisa menemukan diri kita tergoda untuk bersikap kasar terhadap orang lain, waluapun kita tahu hal tersebut salah. Pelaku kekerasan adalah orang-orang yang mungkin terlihat biasa saja dan stabil, namun lemah, tidak masuk akal, dan tidak terkendali ketika bersama orang terdekat mereka. Bukan berarti kita memaklumi perilaku mereka ya, karena kekerasan selalu salah. Pelaku harus bertanggung jawab atas tindakan mereka dan didorong untuk segera mencari bantuan. Misalnya dengan bertemu dengan psikolog.

Pelaku kekerasan adalah orang-orang yang mungkin terlihat biasa saja, namun lemah, tidak masuk akal, dan tidak terkendali ketika bersama orang terdekat mereka. Bukan berarti kita memaklumi perilaku mereka ya, karena kekerasan selalu salah. Pelaku harus bertanggung jawab atas tindakan mereka dan didorong untuk segera mencari bantuan. Misalnya dengan bertemu dengan psikolog.