Menjadi orangtua memang tidaklah mudah, kadangkala hal ini membuat banyak orangtua percaya berlebihan pada suatu hal mengenai anak tanpa dicari tahu terlebih dahulu kebenarannya. Apa aja sih? Lihat yuk:
Mitos 1: Jika seorang anak tidak bahagia, pasti ada yang salah.
Fakta 1: Banyak orangtua sangat menekankan mengenai kebahagiaan pada anak, jika anak sedikit terlihat tidak bahagia sebagian waktu atau dalam situasi tertentu, orang tua mulai khawatir bahkan memberikan perhatian secara berlebihan hingga memanjakan. Padahal sebenarnya normal dan sehat bagi anak-anak untuk merasakan pasang surut kehidupan. Pengalaman emosional penting bagi anak termasuk memiliki emosi negatif. Ketidakbahagiaan yang persisten dapat bermasalah, mungkin pertanda anak anda sedang berjuang dengan depresi. Anak dengan depresi mungkin menangis dan memiliki energi rendah dan mengalami kesulitan tidur. Anak lain mungkin mudah tersinggung, terus merasa gelisah. Kuncinya adalah lihatlah gejala ini apakah muncul secara konsisten atau situasi tertentu saja ya. Bedakan!

Mitos 2: Orangtua sebaiknya tidak mengatakan TIDAK pada anak.
Fakta 2: Banyak orangtua sekarang percaya bahwa mengatakan tidak kepada anak-anak adalah hal yang kasar dan berpotensi merusak. Padahal mengatakan tidak, selama tidak dikatakan dengan nada agresif atau bermusuhan merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Konteksnya jauh lebih penting daripada kata sebenarnya. Contohnya ketika kita memberikan pengaturan batas penggunaan ponsel anak remaja, atau tidak membelikan mainan tambahan yang diminta anak karena tidak mereka butuhkan walaupun mereka merengek.
Mitos 3: Pola asuh yang baik adalah membuat strategi yang bagus.
Fakta 3: Sebenarnya pola asuh yang baik tidak bekerja seperti kita memasukkannya kedalam serangkaian strategi dan proses spesifik. Lebih penting adalah pola pikir orang tua: bagaimana kita berpikir, merasakan dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar kita. Orangtua percaya diri akan dapat membangun anak percaya diri. Orangtua yang percaya pada upaya menuju hasil positif dan ketekunan setelah kegagalan cenderung memiliki anak yang tangguh dan penuh harapan. Sebaliknya, jika orang tua yang hanya mengharapkan yang terburuk saja cenderung terus menerus mengingatkan anak-anak mereka hingga mendorong kekhawatiran dan keraguan diri. Karena mereka cenderung menghindari tantangan. Hal ini mencegah anak-anak belajar mengambil risiko. Pendekatan yang lebih baik adalah agar orang tua bisa menemukan insting pengasuhan mereka sendiri dan bereksperimen dengan apa yang terbaik untuk anak karena tidak ada anak yang persis sama kebutuhannya.

Mitos 4: Orang tua yang baik akan mengutamakan kebutuhan anak-anaknya terlebih dahulu dari yang lainnya.
Fakta 4: Anak memang dapat menyita waktu orangtua dan budaya kita seperti mempromosikan cara hidup yang sangat terobsesi dengan anak. Hal ini membuat banyak orang tua mengabaikan kebutuhan diri sendiri. Sama halnya betapa pentingnya bagi orang tua untuk memakai masker oksigen untuk diri kita dahulu baru memakaikan pada anak kita ketika pesawat dalam keadaan darurat. Ini tidak hanya membantu orangtua menjaga diri tetap sehat secara fisik namun juga mental, hal ini juga akan mengkomunikasikan pada anak-anak kita pentingnya belajar bertanggung jawab pada diri sendiri.

Mitos 5: Tidak mengapa mengabaikan pernikahan ketika sudah memiliki anak karena sebagai orangtua kita harus memberikan fokus utama untuk membesarkan anak.
Fakta 5: Tahun-tahun awal menjadi orang tua dapat mendorong pasangan terpisah satu sama lain, dan banyak pasangan tidak dapat bertahan dari kondisi ini. Misalnya, ketika pasangan hanya berkomunikasi saat ada konflik, atau tidak mencoba mencari waktu tanpa anak-anak mereka sesekali waktu. Perkawinan menjadi satu dimensi karena hanya berfokus pada pengasuhan anak, bukan persahabatan atau keintiman dengan pasangan. Padahal anak-anak kita belajar untuk memiliki hubungan yang dekat dengan memperhatikan kita sebagai orangtua. Salah satu hal terpenting yang dapat kita lakukan untuk anak-anak kita adalah memelihara hubungan kita dengan pasangan kita. Orang tua dapat memberikan contoh dengan mengucapkan terima kasih, memuji dan saling menyentuh. Pada akhirnya, jangan lupa memperhatikan diri anda sendiri, pasangan anda dan tentu saja, anak-anak anda.