Apa sih sebenernya Flexing? Sikap menyombongkan diri secara lahiriah mengenai pakaian, tubuh, gaya hidup, mobil, rumah, atau apapun. Ketika kita ingin digambarkan secara online sebagai seseorang yang berhasil, kaya, menarik, pintar, populer.

Sebenarnya kita selalu perlu ga sih membagikan apa yang kita lakukan melalui media sosial? Mengapa banyak orang hanya menunjukkan bagian yang indah saja dari hidup mereka? Apakah mereka kebal terhadap hari yang tidak menyenangkan? Atau mungkinkah kita membohongi diri sendiri dengan berpikir bahwa kita perlu membuktikan keberadaan kita kepada teman-teman kita dan bahkan orang asing.

Apa sih sebenernya Flexing? Sikap menyombongkan diri secara lahiriah mengenai pakaian, tubuh, gaya hidup, mobil, rumah, atau apapun. Kita ingin digambarkan secara online sebagai seseorang yang berhasil, kaya, menarik, pintar, populer

Ketika influencer dimana-mana seperti sekarang, sebenarnya kita sudah merayakan dan berkontribusi pada pelaku flexing favorit anda, atau mungkin anda haters. Influencer bukanlah kelompok selebgram pertama yang menganut konsumerisme. Inilah yang terjadi setiap kali perusahaan menyadari bahwa mereka dapat memonetisasi bentuk hiburan yang sedang populer. Penelitian telah menunjukkan bahwa ketika kita merasa sedih, kita cenderung membeli barang-barang mewah. Begitu juga dengan remaja dan orang dewasa dengan harga diri yang lebih rendah akan lebih mengandalkan nama merek daripada orang dengan harga diri yang lebih tinggi. Penelitian psikologis lain menunjukkan bahwa bahkan pertunjukan amal, “Orang yang ingin mendapatkan keuntungan dari perbuatan baik dipandang lebih buruk daripada orang yang tidak melakukan apa-apa.” Kondisi ini sebenarnya menegaskan kekuasaan atas si penerima hadiahnya. Melakukan sesuatu di depan umum yang membuat orang berpikir tentang anda dengan cara tertentu. Umumnya menyampaikan status, orang memberi isyarat kepada orang lain dengan harapan meyakinkan mereka tentang sesuatu. Inilah sebabnya mengapa pakaian bermerek akan selalu populer. Ini adalah cara untuk memberi sinyal bahwa saya punya uang.

Remaja dan orang dewasa dengan harga diri yang lebih rendah akan lebih mengandalkan nama merek daripada anak-anak dengan harga diri yang lebih tinggi.

Semakin banyak orang mendukung materialisme, semakin buruk kesejahteraan mental seseorang. Kita menjadi kurang berempati, kurang prososial dan lebih kompetitif. Kita menjadi lebih mudah mendukung keyakinan yang merugikan dan diskriminatif. Jadi semakin besar perilaku flexing seseorang, semakin mereka merasa kurang percaya diri. Kondisi flexing akan terasa seperti memberi seseorang status, terasa seperti kita menjadi lebih percaya diri tetapi itu adalah rasa percaya diri yang salah. Apa yang anda kenakan, kendarai, tinggali, atau datangi hanyalah benda dan tempat, itu bukan anda. Hal-hal mahal tampak luar biasa pada awalnya tetapi akan kehilangan kilaunya setelah beberapa saat, memaksa Anda untuk membuat/ memunculkan sesuatu yang lebih mahal lagi.

 

Apa yang Anda kenakan, kendarai, tinggali, atau datangi hanyalah benda dan tempat, itu bukan Anda. Hal-hal mahal tampak luar biasa pada awalnya tetapi akan kehilangan kilaunya setelah beberapa saat, memaksa Anda untuk membuat/ memunculkan sesuatu yang lebih mahal lagi.

 

Terpenuhi secara materi bukanlah jaminan untuk mencapai kondisi mental yang sehat. Harapan untuk selalu diakui dan dipuji orang lain merupakan wujud dari ketidakmampuan anda mengelola dan mengakui kemampuan yang anda miliki. Semakin banyak posting yang anda pamerkan di media sosial, membuat anda selalu merasa cemas tentang apa pun yang anda lakukan. Akhirnya, media sosial menjadi penyebab utama rendahnya harga diri, depresi, dan gangguan mental lainnya.

Ketika menghabiskan sebagian besar waktu kita untuk menunjukkan kepada dunia sosial media bahwa kita punya uang, mungkin kita perlu bertanya pada diri sendiri apakah kita membeli sesuatu karena orang lain atau untuk diri kita sendiri.

Ketidakseimbangan mental inilah yang pada akhirnya membuat seseorang akan selalu merasa membutuhkan pengakuan dari orang lain, melalui flexing di media sosial. Ketika menghabiskan sebagian besar waktu kita untuk menunjukkan kepada dunia sosial media bahwa kita punya uang, mungkin kita perlu bertanya pada diri sendiri apakah kita membeli sesuatu karena orang lain atau untuk diri kita sendiri.